Oleh: Hj. Siti Muntamah Oded, S.Ap.
(Ketua Bidang Perempuan dan Ketahanan Keluarga DPW PKS Jabar)
Apa kabar duhai hati?
Penting direnungi dan dipersepsikan kembali dengan tukmaninah dan hati yang suci. Tentang Ramadhan. Tentang bulan suci. Apa gerangan keistmewaanya dan bagaimana pula kita mengistimewakan amalan untuk menempuh 29 hari perjalanan di bulan tersebut.
Sebagai manusia terbaik, sebagai mukmin pilihan, menghadapi Ramadhan tentu saja disambut secara paripurna melalui kesiapa ruh, jasad dan akal. Atau dengan menggunakan istilah pendidikan, bagaimana bulan Ramadhan disiapkan dengan bekal penguasaan kognitif, afektif dan psikomotor.
Artinya, secara kognitif kita tahu dan paham tentang aturan dasar dan pernik fikihnya. Kapan harus sahur, kapan harus buka, apa saja yang terkategori batal, dan seterusnya. Secara afektif, kita sepenuh sadar meyakini bahwa hadirnya bulan suci adalah jamuan Allah untuk kita menghamba dengan senikmat-nikmatnya. Sadar bahwa Ramadhan adalah perjalanan untuk menghadirkan inner beauty (baca: kesalehan, energi positif, kestabilan emosi). Pun secara psikomotor, bagaimana Ramadhan adalah refleksi atas nilai, kebiasaan, keluhungan, kecakapan dan penguasaan, sehingga tiada lagi keluhan atasnya tersebab kita telah menguasainya secara jiwa dan raga. Dalam kata lain, kita telah menguasainya, baik secara teori maupun dinamika di lapangan.
Itulah keindahan jamuan Allah Swt. Ramadhan bulan yang suci, yang melimpah di dalamnya filosofi kehidupan. Sebagaimana Khalifah pertama kita Abu Bakar Ash-Shiddiq memiliki sebuah quote; “Barang siapa yang memasuki kubur tanpa membawa bekal yaitu berupa amal shalih maka keadaannya seperti orang yang menyeberangi lautan tanpa menggunakan perahu”.
Pun dengan Ramadhan, cukupkah kita hanya dengan memenuhi regulasinya saja dari sahur hingga berbuka? Cukupkah dengan hanya menahan makan dan minum? Tentu tak demikian. Karena Ramadhan menantang kita untuk memenuhi lumbung. Lumbung amal, lumbung emosi positif, lumbung keilmuan. Termasuk memantik kreativitas kita untuk menyiapkan dan menentukan tema.
Tema apakah yang kita usung untuk Ramadhan terbaik kita di tahun ini? Sangat terbuka lebar untuk berkreasi menentukannya, yang seklaigus terkoneksi dengan ekspektasi dan afirmasi kita.
Ibu-ibu hebat yang dirahmati Allah. Mari bergegas menuju Ramadhan yang tinggal berapa kali 24 jam saja. Mari hidupkan bulan ini dengan sinergi dan berbakti. Sinergi di antara masyarakat terkecil kita (keluarga), di antara tetangga, teman kerja, kolega, dan seterusnya. Sebagaimana filosofi masyarakat Sunda. “Paheuyeuk-heuyeuk” alias bahu membahu. Dengan sinergi, mengalir mata air keikhlasan, keterbukaan, saling menjaga dan saling menyokong kebaikan yang kita perjuangkan.
Pun melalui berbakti. Bagaimana kita ditempa untuk menghadirkan amal terbaik. Untuk apa? Untuk keberdayaan kita sebagai makhluk sempurna di antara makhluk lainnya. Untuk menegaskan kita sebagai mukmin yang kuat.
Salam bahagia untuk seluruh keluarga di mana saja berada