Jakarta, Gatra.com – Anggota Komisi V DPR RI Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Suryadi Jaya Purnama, menyesalkan adanya tambahan Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp3,2 triliun ke proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB).
Diketahui, PMN sebesar Rp3,2 triliun yang disahkan melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 62 Tahun 2022 tentang Penambahan PMN ke dalam Modal Saham KAI pada 31 Desember 2022 lalu, menjadi PMN kedua yang digelontorkan pemerintah untuk penyelesaian proyek KCJB.
Sebelumnya, pada 2021 pemerintah juga telah mengeluarkan PMN sebesar Rp6,9 triliun kepada PT KAI melalui PP Nomor 119 tahun 2021 yang disahkan pada 27 Desember 2021. Dari total itu, sebesar Rp4,1 triliun digunakan untuk proyek KCJB, dan sisanya untuk pembangunan proyek LRT Jabodetabek. Bila ditotal, hingga saat ini jumlah uang negara yang dialirkan untuk proyek KCJB sebesar Rp7,3 triliun.
“Kami prihatin dengan pemberian PMN ini, di mana pemerintah telah ingkar janji untuk tidak menggunakan APBN dalam membiayai proyek KCJB,” ujar Suryadi dalam keterangan tertulis yang diterima Gatra.com, Selasa (11/1).
Suryadi menjelaskan, total PMN Rp7,3 triliun yang digelontorkan pemerintah untuk proyek KCJB ini berasal dari Saldo Anggaran Lebih (SAL). Adapun SAL itu berasal dari sisa anggaran kementerian yang tidak direalisasikan 100%. Misalnya, kata Suryadi, realisasi anggaran Kementerian PUPR pada 2021 hanya sebesar 94,5% dan Kemenhub hanya merealisasikan sebesar 97,19%.
“Dana-dana ini seharusnya bisa dinikmati langsung oleh masyarakat, namun tidak bisa terserap dan kemudian malah dialihkan untuk proyek yang belum jelas keuntungannya,” tuturnya.
Karena itu, Suryadi mendorong agar pemerintah kembali menghitung manfaat ekonomi bagi masyarakat dengan menambal pembengkakan biaya proyek KCJB dari dana SAL. Musababnya, menurut data Kementerian Keuangan tercatat 74,4% BUMN yang diguyur PMN justru hasil ekuitasnya di bawah biaya utang.
Suryadi memaparkan, sejumlah alasan yang membuat penambahan PMN untuk proyek KCJB cenderung sia-sia. Berdasarkan perhitungan KCIC, balik modal proyek KCJB baru akan terjadi di tahun 2061 atau 38 tahun sejak mulai beroperasi di tahun ini. Perhitungan itu dengan asumsi harga tiket Rp350 ribu, dan rata-rata mengangkut 30 ribu penumpang per harinya.
“Kami melihat asumsi ini super optimis, sebab diperkirakan akan sulit meraih penumpang sebanyak itu jika jaraknya pendek,” ucapnya.
Selain itu, alasan lainnya yang membuat proyek KCJB semakin tidak kompetitif, yaitu masih banyaknya moda transportasi alternatif lainnya yang dinilai lebih murah untuk mencapai Bandung.
Lebih-lebih, kata Suryadi, stasiun akhir KCJB juga bukan ada di pusat kota Bandung, melainkan di Stasiun Padalarang. Hal itu dapat membuat masyarakat berpikir ulang untuk memilih KCJB sebagai transportasi menuju Bandung.
Menurut Suryadi, optimisme berlebih bterkait proyek KCJB sudah terjadi sejak awal, yakni saat cost overrun sebesar US$1,449 miliar atau Rp21,74 triliun. Hal itu terjadi lantaran pemerintah salah perhitungan karena terlalu optimis.
“Kita minta agar pemberian PMN ini benar-benar dihitung secara tepat manfaat ekonominya, jangan sampai malah memberikan dampak negatif yang luas dari menyelamatkan proyek KCJB yang sejak awal sudah salah perhitungan ini,” imbuhnya.
Sumber: GATRA.COM