Pandangan Mini Fraksi PKS DPR RI terhadap RUU tentang Perubahan atas UU No.3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara
===============================================================
Bismillahirrahmanirrahiim;
Assalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh;
Salam Sejahtera untuk kita semua;
Yang kami hormati:
– Pimpinan dan Anggota Komisi II DPR-RI
– Anggota DPD RI
– Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas
– Menteri Dalam Negeri
– Menteri Keuangan
– Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN
– Menteri Hukum dan HAM
– Kepala Badan Otorita Ibukota Nusantara (IKN)
– Rekan-rekan wartawan serta hadirin yang kami muliakan
Segala puji dan syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas limpahan kasih sayang dan rahmat-Nya, kita bisa menghadiri Rapat Tingkat I Pengambilan Keputusan atas hasil penyusunan RUU tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara sebagai bentuk tugas mulia kita dalam menjalankan amanah sebagai wakil rakyat. Sholawat serta salam semoga selalu tercurah kepada junjungan kita, Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, insan pilihan yang mengkhidmat kebijaksanaan dan kesalehan sosial sebagai tuntunan untuk memanusiakan manusia dalam bermasyarakat dengan berkeadilan dan kesejahteraan.
Pimpinan dan Anggota Komisi II DPR-RI serta hadirin yang kami hormati;
Merujuk pada sikap kami sebelumnya dalam Pendapat Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) Terhadap Rancangan Undang-Undang Tentang Ibu Kota Negara yang dibacakan tanggal 17 Januari 2022, yang dengan tegas menolak Rancangan Undang-Undang Tentang Ibukota Negara karena kami menyimpulkan bahwa saat itu RUU IKN masih memuat potensi masalah baik secara formil maupun materil. Mulai dari proses pembahasan yang sangat singkat hingga banyaknya substansi yang belum dibahas secara tuntas. Kami juga memandang bahwa materi muatan yang terdapat dalam RUU IKN tidak sejalan dengan prinsip konstitusionalisme, pembangunan berkelanjutan, efisiensi penganggaran serta penghormatan dan penghargaan terhadap sejarah perjalanan bangsa.
Menyikapi usulan perubahan atas UU Nomor 3 Tahun 2022 Tentang Ibu Kota Negara, Fraksi PKS memberikan sejumlah pandangan dan catatannya sebagai berikut.
1. Perihal kedudukan Ibu Kota Nusantara sebagaimana tercantum dalam pasal 6 yang menyebutkan posisi Ibu Kota Nusantara secara geografis yang terletak pada lintang dan bujur tertentu. Secara konseptual, terdapat pengertian antara letak geografis dan astronomis. Secara geografis, letak atau posisi suatu tempat terkait dengan kedudukannya di permukaan bumi. Sementara, secara astronomis letak suatu tempat dilihat berdasarkan garis lintang dan bujur. Dari istilah yang digunakan saja, masih terdapat kekeliruan yang perlu diperbaiki.
2. Terkait dengan kewenangan khusus yang diberikan kepada Otorita IKN sebagaimana tertera dalam Pasal 12 (1) Otorita Ibu Kota Nusantara diberikan kewenangan khusus atas urusan pemerintahan pusat dan urusan pemerintahan daerah dalam rangka pelaksanaan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibukota Nusantara, kecuali yang oleh peraturan perundang-undangan ditentukan sebagai urusan pemerintahan absolut, Fraksi PKS konsisten dengan pandangan sebelumnya bahwa ketentuan ini sejatinya tidak boleh bertentangan dengan prinsip Negara Kesatuan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat(1) dan prinsip penyelenggaraan pemerintahan daerah sebagaimana diatur dalam Pasal 18 UUD Negara RI Tahun 1945. Pemberian kewenangan khusus ini juga berpotensi menjadikan otorita IKN memiliki kewenangan yang bersifat mutlak yang tidak mengindahkan prinsip-prinsip penyelenggaraan pemerintahan yang demokratis. Adanya klausul yang memberikan kewenangan kepada otorita IKN berupa pemberian fasilitas khusus kepada pihak yang mendukung pembiayaan dalam rangka kegiatan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta pengembangan Ibu Kota Nusantara dan daerah mitra Ibu Kota Nusantara, sebagaimana tercantum dalam pasal 12 ayat (2) berpotensi terjadinya abuse of power dengan dalih kewenangan khusus tersebut.
3. Perihal Kedudukan Otorita IKN Dalam Pengelolaan Aset IKN;
Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1 angka 9 UU IKN dinyatakan secara tegas bahwa Otorita IKN pada prinsipnya merupakan bagian dari rezim pemerintahan daerah di Indonesia yang karena kekhususannya diberikan nomenklatur tersendiri. Terlepas dari aspek kekhususannya perlulah dipahami bersama bahwa kedudukan dari Otorita IKN itu sendiri tidak bisa dilepaskan dari rezim pemerintahan daerah di Indonesia. Sehubungan dengan itu konsep pengelolaan aset pada otorita IKN hendaknya tidak boleh dilepaskan dari rezim pengelolaan barang milik negara. Dalam konteks ini patut dikritisi eksistensi dari norma Pasal 30 UU IKN yang memisahkan konsep pengelolaan aset IKN antara rezim Barang Milik Negara(BMN) dan Barang Milik Otorita(BMO)IKN. Konsep ini dipertegas kembali dalam norma Pasal 15A RUU Perubahan UU IKN. Norma tersebut bertentangan dengan prinsip hak menguasai negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat(3) UUD 1945. Apabila norma tersebut tetap dipaksakan maka yang terjadi adalah Otorita IKN dengan sendirinya akan menyimpang dari ruh dasarnya sebagai Pemerintah Daerah IKN dan kemudian menjelma menjadi semacam instrumen perusahaan semu bagi pengembang IKN. Hal demikian pada akhirnya bertentangan dengan prinsip penyelenggaraan pemerintah daerah sebagai amanat konstitusi Pasal 18, 18A dan 18B UUD 1945.
4. Perihal Tata Kelola Pemberian Hak Atas Tanah Otorita Dalam Kawasan IKN;
Fraksi PKS menolak ketentuan dalam norma Pasal 16A RUU Perubahan UU IKN yang mengatur perihal tata kelola dan pemberian hak atas tanah(HAT) oleh otorita IKN sehubungan dengan pelaksanaan perjanjian Hak Atas Tanah IKN. Ada dua aspek substansi yang menjadi keberatan F-PKS sehubungan dengan pemberian HAT di kawasan IKN yaitu:
a. Bentuk HAT di Kawasan IKN
Pasal 16 ayat(6) UU IKN sebenarnya sudah memberikan batasan bahwa hak atas tanah yang diberikan kepada IKN adalah Hak Pakai dan Hak Pengelolaan. Dalam konteks pengelolaan tanah, seyogyanya hak turunan yang relevan dengan pelaksanaan fungsi kota adalah Hak Guna Bangunan ataupun Hak Pakai dengan penekanan bahwa fungsi kota IKN tidak diperuntukkan sebagai kawasan pertanian/perkebunan yang membutuhkan yang membutuhkan instrument HAT berbentuk Hak Guna Usaha(HGU) ataupun Hak Pakai untuk kawasan pertanian. Patut dipertanyakan sejauh mana relevansi pemberian HGU pada Pasal 16A ayat(1) RUU IKN itu dengan kesinambungan pengembangan kawasan kota.
b. Perpanjangan HAT di Kawasan IKN
Ketentuan Pasal 16A memberikan jaminan dua siklus perpanjangan Hak Atas Tanah kepada pihak swasta dengan jangka waktu mencapai 190 tahun. Norma semacam ini bertentangan dengan prinsip prinsip hak menguasai negara terhadap BARA(Bumi, Air, dan Ruang Angkasa) maupun prinsip kedaulatan rakyat di bidang ekonomi sebagaimana dimaksud oleh Pasal 33 UUD 1945. Sesuai dengan pertimbangan tersebut, Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor 21-22/PUU-V/2007 telah pula menyatakan prinsip perpanjangan hak atas tanah semacam itu bertentangan dengan konstitusi sebagaimana pengujian terhadap Pasal 22 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal.
5. Terkait dengan peraturan jangka waktu Hak atas Tanah yang semakin bertambah panjang. Untuk HGU bertambah dari 90 tahun menjadi 95 tahun HGB. Hal ini tercantum dalam Pasal 16A (1) Dalam hal HAT yang diperjanjikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (7) dalam bentuk hak guna usaha, diberikan untuk jangka waktu paling lama 95 (sembilan puluh lima) tahun melalui 1 (satu) siklus pertama dan dapat dilakukan pemberian kembali untuk 1 (satu) siklus kedua dengan jangka waktu paling lama 95 (sembilan puluh lima) tahun berdasarkan kriteria dan tahapan evaluasi. Begitu pula ketentuan konsesi HAT dalam bentuk Hak Pakai yang diberikan konsesi 80 tahun sekaligus untuk siklus pertama dan dapat diperpanjang untuk siklus kedua dalam jangka 80 tahun, sehingga total konsesi yang diberikan selama 160 tahun.
Hal ini jelas semakin menunjukkan keberpihakan pemerintah terhadap pemilik modal, memanjakan investor, dan sebaliknya abai terhadap kepentingan rakyat yang lebih luas dan tidak sesuai dengan semangat yang tertera dalam Undang-Undang pokok Agraria tahun 1960 yang menyatakan bahwa pemberian hak dilakukan secara bertahap dan bersyarat. Pemberian konsesi langsung dalam satu siklus 95 tahun dan kemudian siklus kedua dengan tambahan 95 tahun lagi, sehingga mendapatkan konsesi waktu 190 tahun, hampir dua abad lamanya. Begitu pula pemberian HAT dalam bentuk Hak Pakai yang berkonsesi total mencapai 160 tahun. Apalagi, pemberian konsesi ini tanpa disertai mekanisme kontrol berupa pemberian sanksi dan pencabutan hak dan evaluasi yang jelas kepada pemegang HGU dan juga Hak Pakai.
6. Terkait dengan Pendanaan untuk persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara sebagaimana tercantum pada Pasal 24 (1) bersumber dari: a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Ibu Kota Nusantara; dan/atau c. sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Fraksi PKS berpandangan bahwa alokasi APBN untuk IKN ini akan mempengaruhi kinerja APBN ke depannya. Dari realisasi APBN tahun 2022 tercatat bahwa defisit anggaran tahun 2022 mencapai angka 2,35% atau sebesar Rp460,4 triliun. Meskipun angka ini masih di bawah ketentuan 3% dari PDB, tetapi jika dihitung berdasarkan rasio penerimaan Negara yang mencapai 635,8 triliun dan belanja Negara yang mencapai Rp3.096,3 triliun, maka terdapat defisit terhadap realisasi pendapatan sebesar 17,46%. Jika alokasi APBN juga digunakan untuk IKN, maka potensi terjadinya defisit bisa melewati ambang batas di atas 3% sebagaimana ketentuan perundangan yang berlaku dan semakin memperbesar defisit terhadap realisasi pendapatan.
7. Terkait pendanaan, khususnya soal pembiayaan utang Ibu Kota Nusantara sebagaimana tertera pada Pasal 24B (1) yang menyatakan bahwa Pembiayaan utang Ibu Kota Nusantara terdiri atas: a. pinjaman Otorita Ibu Kota Nusantara; b. obligasi yang diterbitkan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara; dan c. sukuk yang diterbitkan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara, Pada ayat (3) dinyatakan bahwa Pemerintah Pusat dapat memberikan jaminan atas pembiayaan utang Otorita Ibu Kota Nusantara sesuai dengan mekanisme Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Artinya, beban APBN berpotensi akan semakin bertambah berat karena menjadi penjamin atas pembiayaan utang otorita IKN. Sampai 31 April 2023, posisi utang pemerintah Indonesia mencapai Rp7.848,8 triliun atau mencapai 38,15% terhadap PDB.
8. Terkait, persiapan, pembangunan, pemindahan, dan penyelenggaraan pemerintahan Ibukota Nusantara (IKN) menjadi program prioritas nasional selama 10 tahun, Fraksi PKS menolak poin tersebut. Hal ini karena pembangunan Ibukota Nusantara berpotensi memperberat beban APBN, menambah utang negara, sebagaimana dijelaskan sebelumnya, sehingga dapat menjadi masalah bagi pemerintahan berikutnya. Kondisi ekonomi, sosial, dan politik dalam 10 tahun ke depan tidak bisa diprediksi dengan akurat sehingga menjadikan proyek pembangunan IKN sebagai prioritas pemerintah 10 tahun berikutnya adalah keputusan yang tidak tepat. Meskipun kondisi perekonomian 10 tahun ke depan tidak sehat, pemerintahan berikutnya tidak memiliki pilihan selain melanjutkan pembangunan, persiapan, dan pemindahan IKN. Hal ini akan merugikan rakyat karena pos APBN tetap diperuntukkan untuk pembangunan IKN ketimbang perlindungan sosial dan ekonomi di masa-masa krisis.
Pimpinan dan Anggota Komisi II serta hadirin yang kami hormati,
Berdasarkan catatan-catatan yang kami paparkan di atas, maka kami Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) dengan memohon taufik Allah SWT dan mengucap Bismillahirrahmanirrahim, menyatakan MENOLAK Revisi Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara tersebut, untuk dilanjutkan ke tahapan berikutnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Demikian Pendapat Fraksi PKS ini kami sampaikan. Semoga Allah SWT meridhoi dan mencatat ikhtiar kita bersama dalam Rapat ini sebagai bagian dari amal terbaik kita untuk kemajuan bangsa dan negara Indonesia tercinta.
Atas perhatian Pimpinan dan Anggota DPR-RI serta hadirin sekalian kami ucapkan terima kasih.
Billahi taufiq wal hidayah
Wassalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh
Jakarta, 03 Rabiul Awal 1445 H
19 September 2023 M
PIMPINAN FRAKSI PARTAI KEADILAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA |
Ketua,
DR. H. Jazuli Juwaini, MA. |
Sekretaris,
Hj. Ledia Hanifa, A, S.Si., M.PSi.T |