BANDUNG, NARASITODAY.COM- Nasib tenaga honorer berbagai instansi pemerintahan di Indonesia, termasuk di Kota Bandung berada di ujung tanduk seiring semakin dekatnya penerapan aturan penghapusan tenaga honorer yang akan berlaku efektif pada 28 November 2024.
Aturan tersebut tercantum dalam Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), dan diperkuat surat edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) terkait mekanisme transisi.
UU ASN menjadi momok bagi para tenaga honorer karena mengamanatkan penghapusan status tersebut dan mendorong instansi pemerintah memanfaatkan mekanisme outsourcing atau Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) sebagai solusi pengganti.
Namun nyatanya, mekanisme PPPK yang digadang-gadang menjadi solusi juga tidak cukup untuk menampung seluruh tenaga honorer karena jumlah formasi cenderung terbatas.
Dari sekira 1,7 juta honorer yang terdata di Badan Kepegawaian Negara (BKN), hanya 1.031.554 formasi PPPK yang dibuka pada tahun 2024. Belum lagi, masih ada sekira 3 juta honorer yang tidak terdata dan nasib mereka akan diatur dalam PP Turunan UU ASN.
Sementara berdasarkan data Badan Kepegawaian dan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kota Bandung, setidaknya ada 18.000 tenaga honorer di lingkungan Pemerintahan Kota Bandung yang kini juga tengah harap-harap cemas menantikan nasibnya.
Selain itu, tenaga honorer juga khawatir jika pada akhirnya mereka dialihkan ke outsourcing. Mekanisme tersebut dianggap akan menurunkan kesejahteraan mereka akibat potongan gaji yang besar.
Menanggapi persoalan tersebut, calon Wali Kota Bandung nomor urut 2, Haru Suandharu meyakini selalu ada solusi dalam setiap persoalan, termasuk soal penghapusan tenaga honorer yang kini menjadi isu serius.
Meskipun nantinya tenaga honorer dialihkan ke skema outsourcing, ia menekankan langkah tersebut tetap bisa dioptimalkan tanpa harus mengorbankan kesejahteraan mereka.
“Idealnya memang mereka menjadi PNS, tapi ada aturan yang membatasi, seperti usia, lama kerja, kompetensi, dan kondisi keuangan negara, yang sudah diatur oleh peraturan pemerintah,” ujar Haru di Bandung, Kamis (26/9).
Haru mengakui menjadi PNS merupakan impian banyak tenaga honorer. Namun, ia juga menyadari kondisi saat ini tidak memungkinkan semua tenaga honorer dapat diangkat menjadi PNS.
Jika pemerintah tetap memutuskan menghapus tenaga honorer, Haru memastikan akan menyiapkan solusi terbaik. Ia juga menegaskan tenaga honorer masih sangat dibutuhkan pemerintah, meski status mereka nantinya berubah.
Haru bahkan berkomitmen untuk memastikan tenaga honorer tidak ‘dibuang’ dan tetap mendapat perlindungan serta hak-hak yang layak.
“Gak mungkin mereka dibuang. Tenaga honorer pasti dibutuhkan. Kita akan carikan solusi yang tepat agar mereka tetap sejahtera,” pungkasnya.***