Catatan Harian Presiden PKS Ahmad Syaikhu
Sebuah perjalanan sarat sejarah saya lakukan pada Senin (12/9). Mendampingi Ketua Majelis Syuro PKS Dr Salim Segaf Al-Jufri, saya mengunjungi Kampung Ambugaga, Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Ini adalah tempat pengasingan Bung Karno. Dia diasingkan ke pulau terpencil itu oleh Penjajah Belanda pada 1934. Selama empat tahun sembilan bulan lima hari Bung Karno tinggal di sana. Bersama keluarga dan menjalani hidup dengan penduduk setempat.
Di tempat ini, Sang Proklamator banyak melakukan perenungan. Biasanya Bung Karno menuju Pohon Sukun yang terletak sekitar 700 meter dari rumahnya. Di sini, Bung Karno berkontemplasi soal bangsanya. Salah satu hasilnya adalah lahirnya konsep tentang Pancasila. Karena itu, Ende dikenal sebagai Kota Pancasila.
Saat tiba di Ende dan menyusuri jejak-jejak Bung Karno, saya pun merenung. Ini bukan sekadar nostalgia sejarah, tapi juga tentang bagaimana relevansinya dengan situasi dan kondisi bangsa negara hari-hari ini.
Berderet pertanyaan muncul. Sudahkah Pancasila yang dilahirkan di Ende kita praktekkan dalam kehidupan sehari-hari? Sudahkah Pancasila yang Bung Karno cita-citakan telah diejawantahkan oleh Para Pemangku Kebijakan? Sudahkah Pancasila membawa keadilan sosial dan kesejahteraan bagi rakyat?
Jika rakyat masih saja hidup dalam kesusahan, ditambah pula dengan kenaikan harga BBM, maka sudah sepatutnya kita selalu ingat Ende. Agar pesan-pesan Pancasila yang merupakan hasil renungan Bung Karno dapat kita wujudkan untuk keadilan dan kesejahteraan rakyat.