Semarang– Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi Laut. Dalam aturan terbaru tersebut, pada Bab IV tentang Pemanfaatan pasal 9 ayat 2, pemerintah mengizinkan kembali ekspor pasir laut.
Ketentuan pemanfaatan hasil sedimentasi di laut berupa pasir laut untuk reklamasi, proyek infrastruktur pemerintah, pembangunan prasarana oleh pelaku usaha hingga ekspor tersebut dinilai dapat mengacaukan pengelolaan wilayah pesisir yang berkelanjutan.
Ketua DPP PKS Bidang Tani dan Nelayan, Riyono mengkritik keras atas terbitnya PP no. 26 Tahun 2023 tersebut.
Riyono menilai, ada beberapa dampak buruk yang akan dialami laut dan efeknya dirasakan oleh nelayan.
” Dampak buruknya meningkatkan abrasi pesisir pantai dan erosi pantai.Menurunkan kualitas lingkungan perairan laut dan pesisir pantai. Semakin meningkatnya pencemaran pantai. Penurunan kualitas air laut yang menyebabkan semakin keruhnya air laut. Rusaknya wilayah pemijahan ikan dan daerah asuhan. Enam, Menimbulkan turbulensi yang menyebabkan peningkatan kadar padatan tersuspensi di dasar perairan laut,” papar Riyono.
“Meningkatkan intensitas banjir air rob, terutama di pesisir daerah yang terdapat penambangan pasir laut. Merusak ekosistem terumbu karang dan fauna yang mendiami ekosistem tersebut. Semakin tingginya energi gelombang atau ombak yang menerjang pesisir pantai atau laut,” ujarnya.
Hal ini dikarenakan dasar perairan yang sebelumnya terdapat kandungan pasir laut menjadi sangat curam dan dalam sehingga hempasan energi ombak yang menuju ke bibir pantai akan menjadi lebih tinggi karena berkurangnya peredaman oleh dasar perairan pantai.
Dan dampak selanjutnya timbulnya konflik sosial antara masyarakat yang pro-lingkungan dan para penambang pasir laut,” sambungnya.
“Sepuluh alasan di atas memberikan pemahaman kenapa ekspor pasir laut itu dilarang selama 20 tahun. Lalu kenapa tiba – tiba sekarang diperbolehkan? Tanya Riyono Ketua DPP PKS bidang Tani Nelayan.
Konflik akibat penambangan pasir laut sudah banyak terjadi, kasus 7 maret 2020 di Lampung Timur adanya pembakaran kapal oleh rakyat mengakibatkan konflik antar pengusaha dan masyarakat lokal. Jika sekarang diperkuat melalui PP maka potensi konflik akan semakin luas dan merugikan nelayan kecil.
Selain itu lahirnya PP ini diduga banyak kepentingan yang berpihak kepada pengusaha besar, dasar untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri tidak sebanding dengan kerusakan yang akan ditimbulkan akibat penambangan pasir laut ini.
“Jika PP ini dijalankan maka menjadi ancaman nyata akan hilangnya pulau – pulau kecil dan terluar di NKRI, trus jika banyak kerusakan yang kenapa PP ini terbit? Presiden harusnya membatalkan PP ini” tegas Riyono.